Matius 5:11-12

Penganiayaan Umat Allah 2

Penganiayaan Umat Allah 2

Tidak jarang di dalam Kitab Suci terdapat bagian tulisan yang diulang-ulang. Ketika terdapat pengulangan, maka perlu diketahui bahwa Kitab Suci ingin memberi lebih penekanan pada suatu ide yang sama. Hal ini mungkin karena Tuhan bersikap sabar dengan kita yang mengalami kesulitan untuk mengerti bagian-bagian tertentu dalam Kitab Suci. Demikian pula pada bagian Matius 5:11-12 yang merupakan pengulangan dari bagian sabda bahagia sebelumnya. Sehingga dapat dikatakan bagian ini adalah amplifikasi atau penekanan dari tema penganiayaan yang terdapat dalam Matius 5:10.

Dalam Injil Matius, tema penganiayaan muncul beberapa kali. Menurut penafsir, tema ini muncul karena jemaat mula-mula penerima kitab Matius sedang mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi non-Kristen. Sejak zaman Yesus hingga masa gereja mula-mula, orang-orang Israel masih dikuasai oleh bangsa Romawi sehingga hukuman negara hanya boleh dilakukan oleh pemerintahan Romawi. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan imam-imam kepala dan orang-orang Yahudi membawa Yesus kepada peradilan Pontius Pilatus agar Yesus dapat dijatuhi hukuman sesuai aturan negara. Tetapi penganiayaan yang dialami oleh orang-orang Yahudi Kristen bukanlah sebuah hukuman dari peradilan Romawi, melainkan mereka mendapatkan hukuman seperti perilaku pencemoohan dan pengucilan secara sosial oleh orang-orang sebangsanya yang non-Kristen. Maka penganiayaan seperti ini hanya memberi penderitaan pada kehidupan mereka sehari-hari maupun kehidupan peribadahan mereka.

Penganiayaan di dalam arti harafiahnya sendiri bukan suatu hal yang baik sehingga setiap orang berharap untuk mengalaminya. Maka kita perlu mengingat bahwa tidak seharusnya kita sebagai seorang Kristen menganggap ringan penganiayaan dan berbangga diri. Kita perlu bersikap bijak dan tidak secara sembarangan mengasumsikan penganiayaan tersebut sebagai penderitaan demi nama Tuhan, karena sikap seperti ini akan dapat menuntun kita kepada sikap yang judgemental terhadap orang lain. Di dalam Roma 12:18, Paulus menasehati “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” Dari tulisan ini jelas bahwa orang Kristen sedapatnya tidak mencari-cari konfrontasi dengan orang lain, melainkan kita hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Ketika penganiayaan itu terjadi, kita harus intropeksi diri apakah selama ini kita mendapatkannya karena kita telah berbuat keadilan, serta kebenaran, ataukah karena kita hidup tidak bertanggung jawab dan tidak mengasihi sesama sehingga orang-orang mengucilkan kita dan kita mendapatkan penganiayaan tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri, ketika seorang Kristen hidup sesuai dengan kesucian Tuhan dan kebenaran-Nya maka konflik yang berujung kepada penganiayaan dapat dialami meskipun memang konflik tersebut tidak dicari-cari. Maka mencari tahu dengan jelas apa penyebab penganiayaan adalah tindakan bijak yang pertama kali harus kita lakukan.

Kesusahan bahkan penderitaan yang terjadi dalam di dunia ini dialami baik oleh orang-orang Kristen maupun orang-orang yang bukan Kristen. Tetapi alasan yang membuat seseorang menderita dan mengalami kesusahan adalah apa yang membedakan seseorang hidup sebagai anak-anak Allah ataukah bukan. Alasan anak-anak Allah menderita serta mengalami penganiayaan bukan untuk memperjuangkan keuntungan bagi dirinya sendiri melainkan mengutuki tindakan penganiayaan, kejahatan, ketidakadilan, dan ketidakbenaran dengan mendatangkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran selama hidupnya. Inilah alasan yang layak untuk dipertahankan dan diperjuangkan dengan kemungkinan mendapat penganiayaan oleh orang-orang dunia yang menjalani sistem hidup yang berbeda dengan Kerajaan Sorga. Jika kita melihat akhir hidup Yesus setelah Dia mengalami segala penolakan, penganiayaan, serta kematian, Yesus mengatakan dalam Injil Lukas “ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Perkataan ini adalah arti penderitaan-Nya yaitu kembali kepada Allah Bapa setelah Dia menyelesaikan seluruh misi yang diberikan kepada-Nya.

Sementara itu, Injil Matius memberikan alasan yang layak untuk diperjuangkan oleh orang Yahudi Kristen sebagai jemaat penerima kitab ini. Dalam Matius 5:11-12 terdapat penekanan pada tema penganiayaan yang menyatakan alasan bahwa menjalani kehidupan sebagai pembawa damai dengan mengejar kebenaran dan keadilan akan mengalami pertentangan bahkan penganiayaan. Sabda bahagia yang tertulis dalam Matius pasal 5 menggunakan metode inclusio dan didapati pada ayat ke-3 dan ke-10 (sebagai kalimat pembuka dan penutupnya) kata ‘Kerajaan Sorga’ yang disimpulkan menjadi tema besar bagi seluruh pengajaran Yesus tersebut. Sedangkan ayat ke-11 dan ke-12 merupakan kalimat tambahan yang menjadi penekanan bagi pengajaran di kalimat sebelumnya. Bahkan di ayat ke-11 terdapat perubahan kata ganti orang ketiga ‘mereka’ menjadi kata ganti orang kedua ‘kamu’. Sedangkan jika dibandingkan dengan versi kitab Lukas, tulisan sabda bahagia seluruhnya ditulis dengan menggunakan kata ganti orang ‘kedua’. Kemungkinan besar ketika Yesus mengajar sabda bahagia, Dia memang menggunakan kata ganti orang kedua ‘kamu’. Meskipun kitab Lukas menjadi sumber penulisan bagi kitab Matius, banyak penafsir mengatakan kitab Matius menggunakan kata ganti orang ketiga ‘mereka’ untuk memenuhi kebutuhan teologis pembacanya dengan memberikan nuansa objektif atau universal.

Kitab Matius memang merupakan Injil yang bersifat universal untuk semua orang di dunia. Tetapi pengertian ini harus berdasar pada kesadaran yang benar bahwa semua orang di dunia tidak layak untuk dicintai oleh Tuhan. Kitab Suci kita dibuka dengan satu peristiwa penting dalam Kejadian 3 yaitu kejatuhan manusia dalam dosa sehingga manusia layak menerima murka Tuhan. Ada seorang penulis yang menanggapi kisah di 2 Samuel 6 tentang Uza yang mengulurkan tangannya untuk menangkap tabut Allah yang tergelincir, namun justru karena tindakannya Allah murka dan membunuhnya saat itu. Dia berpendapat bahwa seharusnya tabut Allah dibiarkan jatuh ke tanah sebab bukan tanah yang membawa dosa ke dunia melainkan manusia. Dari hal ini Kitab Suci menyatakan bahwa memang satu-satunya hak yang seharusnya dimiliki oleh manusia adalah hukuman dosa. Tetapi karena kemurahan-Nya, Tuhan memilih satu bangsa yaitu keturunan Abraham meskipun sebenarnya mereka tidak layak namun melalui mereka Dia menyatakan kasih-Nya dan pengampunan-Nya di dalam Yesus Kristus.

Maka dari pembahasan ini, Injil Matius menyatakan bahwa berita Kerajaan Sorga yang dibawa oleh Tuhan Yesus bersifat universal bagi semua orang di dunia. Sehingga selayaknya kita harus benar-benar bersyukur karena ketidakwajaran yang dilakukan oleh Tuhan tersebut terjadi. Demikian pula pengajaran sabda bahagia yang ditulis dalam Matius 5:3-10 merupakan berita universal bagi semua orang. Tetapi bagian yang dikhususkan yaitu bagian yang kita baca merupakan pemberitaan tentang penganiayaan oleh karena Yesus Kristus. Hal ini tidak didapatkan oleh semua orang, hanya orang-orang pengikut Kristus dan anak-anak Allah yang mengalaminya sebab akhir dari bagian ini Yesus menjanjikan suatu upah yaitu anak-anak Allah akan menerima upah yang besar seperti para nabi sebelumnya. Artinya, seorang nabi akan diajak untuk mengetahui isi hati Tuhan dan diajak untuk berbagian di dalam rencana keselamatan Tuhan bagi dunia ini. Sehingga kalimat tambahan pada sabda bahagia ini memiliki kebahagiaan yang bersifat eksklusif, karena memang tidak semua orang dapat mengerti, melakukan dan memilikinya. Maka mari berdoa agar Tuhan mengizinkan kita untuk masuk ke dalam jenis kebahagiaan ini sehingga kita memiliki jenis pergumulan yang spesifik untuk menjalankan hidup sesuai dengan agenda Tuhan dan terjadilah kehendak Tuhan atas dunia ini, meskipun memiliki potensi untuk mengalami penganiayaan. Terpujilah Tuhan!